Hikmat Solider

JPIC Kalimantan Barat
4 Min Read

JPIC KALIMANTAN BARAT | Sdra-Sdri yang dikasihi Yesus. Zaman ini, sebagian besar dari kita kelihatan sibuk dan menyibukkan diri. Setiap orang berjalan sendiri-sendiri dan terkesan lebih pada individu.

Selalu saja ada rasionalisasi dan pembelaan diri dengan alasan-alasan ada kegiatan inilah, acara itulah dan sebagainya.

Kita ada kesempatan, tetapi dilewatkan begitu saja. Akhirnya muncul sikap antipati dan tidak peduli-solider lagi dengan situasi dan keadaan orang-orang di sekitar kita. Orang lebih mudah mengatakan saya sibuk dari pada siap membantu.

Hari ini Lukas (7:31-35) mengisahkan tentang orang yang menerima hikmat Allah. Yesus mengumpamakan angkatan ini sama seperti anak-anak yang duduk di pasar dan yang saling menyerukan: “Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak menangis.”

Lalu Yesus membentangkan cara hidup Yohanes Pembaptis yang tidak makan roti dan minum anggur dikatakan dia kerasukan setan.

Sementara Anak Manusia datang, Ia makan dan minum dikatakan Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa. Tetapi, hikmat dibenarkan oleh semua orang yang menerimanya.

Sangat menarik perumpamaan Yesus tentang angkatan ini, meniup seruling tidak menari dan menyanyikan kidung duka tidak menangis.

Masih peduli, solider, tergerak hati-belas kasihankah kita atas jeritan kemanusiaan dan ibu Bumi?

Masih ada hati dan pikirankah orang zaman ini melihat situasi persoalan kemanusiaan dan ekologi?

Petani, nelayan, buruh, orang-orang kecil, miskin sedang menjerit persoalan ekonomi; anak-anak yang kurang gizi (stunting), human trafficking, dan masa depan kaum muda. Sementara, ibu bumi rumah kita bersama ada sampah di mana-mana, polusi-pencemaran, perubahan iklim yang esktrem, dan eksploitasi berlanjut terus atas sumber daya alam.

Bruder Gerardus MTB – Blog Pribadi

Sungguh-sungguh gila dan kejam atas cara hidup orang zaman ini. Orang tidak mau tahu yang penting ambisi, keinginan dan hasratnya terpenuhi tanpa merasa bersalah dan berbela rasa dengan sesama dan ekologi.

Pola dan cara hidup Yohanes Pembaptis dicap kerasukan setan dan Anak Manusia dianggap sebagai pelahap dan peminum. Padahal Yesus memperkenalkan cara dan pola hidup yang penuh hikmat sungguh solider dengan manusia.

Angkatan ini sangat kontekstual bila kita merenung dan melihat lebih dalam kehidupan zaman ini.

Membaca tanda-tanda kemanusiaan dan ekologi zaman ini menuntut kita untuk berkolaborasi, berjejaring dalam membangun solider, peduli dan berbela rasa terhadapnya.

Tuhan Yesus mengingatkan kita untuk selalu peka, terbuka atas rencana dan kehendak Allah; mengenal tanda-tanda kehadiran Allah dalam kehidupan sehari-hari, agar kebijaksanaan-hikmatNya dapat menyentuh hati kita, sehingga hidup sesuai dengan rencana dan kehendak Allah.

Mari kita belajar dan memaknai bahwa meniup seruling, tetapi tidak menari, menyanyi kidung duka, tetapi tidak menangis. Mari kita menggaungkan dan praktik hidup penuh hikmat yang solider, peduli, berbela rasa kepada jeritan kemanusiaan dan ibu Bumi.

Paus Fransiskus mengatakan kebijaksanaan adalah hal sehari-hari yang berasal dari refleksi kehidupan dan berhenti memikirkan bagaimana seseorang hidup.

Jangan kita mengikuti naluri, kekuatan, memanjakan nafsu hati, tetapi seseorang harus berhati-hati dan mampu menguasainya.

Ambisi bukanlah hal buruk, tetapi perlu dikelola jika tidak mampu menguasainya, ambisi akan menguasai kita.

Setiap usaha manusia pada awalnya mendapat konsensus, lalu lenyap, tetapi segala sesuatu yang datang dari tempat tinggi-dari Tuhan ditakdirkan untuk bertahan.

Kita telah diberi hikmat maka diutus untuk menghidupi semangat solider, peduli dan berbela rasa terhadap jeritan kemanusiaan dan ekologi seperti Yohanes Pembaptis dan Anak Manusia. Semoga, ya semoga Tuhan memberkati, Pace e bene (*** Br. Gerardus Weruin, MTB 18 September 2024).

Share This Article
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *