Bangkitlah

JPIC Kalimantan Barat
4 Min Read

JPIC KALIMANTAN BARAT | Sdra-Sdri yang dikasihi Yesus. Setiap kita mempunyai pengalaman kehilangan. Kehilangan barang berharga, kesempatan, harapan, bahkan orang-orang dekat yang sangat kita sayang. Pengalaman kehilangan itu membuat kita menyesal dan menangisinya.

Bahkan kita merasa ada duka yang mendalam, kesedihan dan keterpurukan yang berkepanjangan.

Hidup kita menjadi down, tidak bersemangat lagi. Namun demikian, ada orang-orang di sekitar kita masih mau menemani, memberi bantuan, dukungan, motivasi, memperhatikan, dan menaruh rasa empati agar kuat menghadapinya.

Bantuan dan perhatian mereka itu dimaksudkan supaya kita segera keluar dari keterpurukan-kehilangan dan bangkit menata lagi kehidupan ini.

Hari ini Lukas (7:11-17) menceritakan bahwa Yesus merasa tergerak hatiNya oleh belas kasihan melihat seorang janda yang sedang sedih dan berduka karena anaknya yang tunggal meninggal. Yesus berkata kepada si janda, “Jangan menangis!”

Lalu Yesus menghampiri para pengusung jenazah, menyentuhnya dan berkata, “Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!” Maka bangunlah anak muda itu, duduk dan berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya.

Semua orang ketakutan dan mereka memuliankan Allah, sambil berkata, “Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita, dan Allah telah melawati umatNya.”

Bruder Gerardus Weruin MTB

Yesus menggunakan kalimat larangan dan perintah, jangan menangis dan bangkitlah. Kalimat tersebut memberikan inspirasi bagi kita khususnya para orang tua.

Dalam konteks kita sekarang, janda mewakili orang tua yang sedang sedih, kehilangan masa depan anaknya (kaum muda-remaja).

Pendidikan sebagai soko guru bagi anak muda tidak banyak diharapkan, ilmu pengetahuan dan teknologi membuat mental anak muda semakin santai, tidak mau bekerja keras, mau yang instan bahkan malas.

Sistem ekonomi globalisasi yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin karena bertumpu pada kapitalis bukan pada kemakmuran bersama.

Sumber daya alam dieksploitasi, diperjualbelikan bahkan telah digadekan-utang yang banyak, ada ancaman jeritan bumi, korban bencana alam dan perubahan iklim.

Bumi tidak mampu lagi memberi makan karena ledakan penduduk; isu-isu ke depan akan kelaparan, kekurangan pangan, kekurangan gizi dan stunting. Semuanya itu membuat para orang tua menangis dan merasa kehilangan harapan dan anak muda sepertinya “mati”.

Hai anak muda, bangkitlah! Kita tidak boleh larut dan tenggelam dalam situasi yang terpuruk, mati.

Kita harus bangkit menata kehidupan ini. Jangan berhenti di tengah badai, Tuhan akan merangkai air mata menjadi permata, mengubah kabut hitam menjadi sutra. Kristus menerbitkan fajar harapan baru bagi kita.

Tuhan menguji kita tidak melebihi kemampuan kita; setiap kehilangan-keterpurukan, air mata telah disediakan ganjaran oleh Tuhan.

Paus Fransiskus berkata, “Kita harus mengembalikan harapan kepada kaum muda, membantu yang tua, terbuka terhadap masa depan, menyebarkan kasih.”

Mari kita belajar dari Si janda… dalam air mata kehilangan ternyata ada Tuhan yang melawati umatNya.

Tidak ada proses yang mudah untuk tujuan yang indah. Tetaplah fokus pada tujuan karena kita masih di zona berjuang. Takdir milik Allah, tetapi doa dan usaha miliki kita. Semoga, ya semoga Tuhan memberkati, Pace e bene (*** Br. Gerardus Weruin, MTB 17 September 2024).

Share This Article
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *