JPIC KALIMANTAN BARAT | Sdra-Sdri yang dikasihi Yesus, Kehidupan saat ini diwarnai oleh kesibukan dan individual yang sangat dominan. Kita menyaksikan orang-orang di sekitar pada sibuk dengan segala macam urusan dunia.
Dalam urusan itu, mereka jalan sendiri-sendiri tanpa banyak melibatkan orang lain. Memang manusia itu makhluk individu, tetapi juga makhluk sosial.
Namun, makhluk sosialnya terpinggirkan, diabaikan dan sengaja dilupakan.
Sifat seperti ini telah mematikan dimensi sosial dalam hidup bersama baik di bidang ekonomi, pendidikan maupun di bidang budaya.
Sifat-sifat seperti simpati, empati, peduli, solider, belas kasihan dan perhatian sebagai ciri makhluk sosial mulai redup dan mati.
Kisah Yesus membangkitkan anak muda di Naim (Luk 7:11-17) sungguh memberikan inspirasi bagi kita. Ketika Yesus melihat janda (ibu anak itu), tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan. Yesus berkata, “Jangan menangis!” Kemudian Ia menyentuh usungan, dan berkata, “Hai anak muda, bangkitlah!”
Lalu orang muda itu bangun dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya. Air mata ibu anak muda itu telah dihapus oleh Yesus, sehingga ibu itu menjadi semangat lagi dan penuh harapan.
Yesus berempati, simpati, solider, peduli dan perhatian kepada orang yang sedih, susah, malang dan menderita dalam kehidupan manusia.
Yesus hadir di tengah-tengah kita memberi semangat dan harapan baru. Itulah tanda Allah telah melawat umatNya.
Kisah ini mengajar dan menginspirasi kita bahwa hidup ini bukan sibuk dan mengurus diri sendiri, tetapi juga memperhatikan orang-orang di sekitar kita.

Melihat orang yang susah, malang, menderita, patah semangat, tanpa harapan, banyak beban-masalah, alam yang rusak, tatanan budaya yang chaos, ekonomi yang morat-marit bukan dicueki, masa bodoh, tutup mata dan menghindar-menjauh sibuk mengurus diri sendiri.
Melihat itu semua, kita merasa tergerak hati oleh belas kasihan dan berpikir apa yang bisa dibantu.
Tuhan telah mendengarkan doa dan tangisan ibu janda anak muda Naim dan memberi semangat dan harapan. Demikian pula, Santa Monika yang hari ini kita peringati mempunyai peran besar dalam pertobatan Santo Agustinus dan suaminya.
Ia dengan sabar, lemah lembut, percaya dan berharap agar Tuhan menolongnya.
Doa dan tangisan yang tak kunjung henti kepada Tuhan itu akhirnya anak dan suami bertobat kembali jalan yang benar.
Mari kita belajar dari janda anak muda dan Santa Monika bahwa hidup bukan sibuk mengurus diri sendiri.
Kita hadir dalam kesusahan, penderitaan sesama untuk menggerakan semangat dan harapan, sehingga mereka juga ikut bangkit. Semoga… (*** Br. Gerardus Weruin, MTB 27 Agustus 2024).