JPIC Kalimantan Barat– Belum lama ini, saya teringat kembali dengan kisah-kisah yang ayah saya sampaikan dulu. Boleh saya ungkap bahwa kami bertumbuh bukanlah dari keluarga yang mapan. Untuk makan sehari saja mesti berpikir target bekerja untuk hari esok. Begitulah setiap harinya ayah memikirkan target pekerjaan setiap minggu dan setiap bulannya.
Belum lagi biaya sekolah anak-anaknya. Namun yang perlu saya catat dalam setiap obrolan dengan sang ayah yaitu tentang keteguhan, integritas dan kejujuran dalam tekanan hidup merupakan kehormatan yang sejati.
“Dek, apapun kondisi kita, bagaimanapun kondisi kita, jangan pernah merampas hak orang lain. Apapun boleh kita kerjakan selagi itu jujur dan tidak merugikan orang lain. Jangan mengambil kesempatan untuk mengambil keuntungan secara instan, karena hal itu sama saja mencoreng kehormatan mu,” kata Ayah dalam obrolan sore di Lintang Batang 2016 lalu.
Menurutnya, seseorang tidak perlu merasa rendah diri karena menghadapi kesulitan. Melainkan bisa melihatnya sebagai bentuk sebuah kehormatan sederhana yang muncul dari tekat dan kemurahaan hati.
Nilai-nilai ketahanan, integritas, dan keberanian dalam menghadapi segala keterbatasan, itulah yang menjadi sumber kehormatan yang sebenarnya.
Setelah saya telaah dan saya ingat kembali perkataan ayah saya, saya melihat kemuliaan dari kesederhanaan teladan Santo Fransiskus Assisi. Kita tahu bahwa, Santo Fransiskus bukanlah dari keluarga yang sederhana dan biasa-biasa saja. Dia memiliki segala bentuk kemewahan di zaman itu yang tak semua orang bisa miliki. Namun mengapa dia meninggalkan dan menanggalkan segalanya?
Dia berbalik dari jalan tak bertujuan menjadi jalan terang yang kekudusannya bisa kita ketahui sampai abad ini. Santo Fransiskus sengaja dengan bebas memilih hidup sederhana, miskin bahkan dihina. Dia mencium orang-orang kusta yang kala itu menjadi penyakit terkutuk di zamannya.
Dia berbalik dari kemewahan menjadi seseorang peminta-minta bahkan untuk makan sehari saja membutuhkan belas kasihan orang lain. Tetapi dia tetap pada tujuannya yakni menjadi pengikut Kristus bukan lewat kata-kata, namun hidup yang menjadi sumber teladan dan kotbah.
Teladan hidup Santo Fransiskus yang saya baca dengan wejangan Ayah saya memiliki benang merah yang sama tentang arti kehormatan dalam kemiskinan. Jadi sekalipun orang gelandangan mereka memiliki kehormatannya sendiri. Bukan bicara materi, namun soal kebebasan batin dan kelegaan hati. Semoga!!!
By. Sdr Samuel OFS