Masih Ada Ruang Kudus, yang Keadilannya Tak Dihiraukan

JPIC Kalimantan Barat
5 Min Read
Ilustrasi Foto: Seorang Kakek tengah menggonceng cucunya pulang sekolah- di Jalan Desa Kapur- Kakek itu saya kenal baik - (Samuel OFS)

JPIC Kalimantan Barat– Menyusuri jalan-jalan kecil, yang tak terjamah oleh ruang publik. Mungkin juga terabaikan dengan banyak persoalan duniawi.

Menutup mata seolah hal yang lumrah bagi orang-orang yang memiliki ‘kepentingannya’ akan kekuasaan yang diemban.

Bagi mereka mungkin ini hal yang biasa, bisa saja ini bagian dari rencana untuk mengumpulkan emas berlian dengan cara yang tak terlihat.

Pelanggaran tidak lagi menjadi sebuah tindakan yang memalukan, justru seolah kain kering dari kaum papa pun mau diperas.

Ada yang berkata kepada saya, saat saya mendapati pekerja buruh yang seharian bekerja untuk pemegang tanah yang palsu.

“Itulah kenyataannya, lembur kami dengan harapan bisa mengisi periuk terngaga didapur sudah biasa diabaikan,” kata seorang yang tak bisa saya sebutkan namanya.

Baru-baru ini, bersama Romo Pashcal – setiap hari melihat beliau dengan tegas menantang para ‘bajingan’ kemanusiaan yang berlindung dalam lindungan kerjasama ‘busuk’.

Dia dengan terang-terangan menantang mereka kaum yang mengabaikan keadilan bagi para buruh.

Hampir setiap hari saya melihat postingan story Whatapps Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus bagaimana dengan tegas dia menentang orang-orang serakah.

Baru-baru ini, dia menjadi narasumber istimewa dalam temu Inter-Franciscans for JPIC yang diselenggarakan di Keuskupan Agung Pontianak, dan itu menurut saya pengajaran iman yang berhasil di bumi-kan. Gerakan nyata yang melawan ketidakadilan atas kemanusiaan, sekalipun dia harus ditahan.

Pengajarannya bukan soal teologi semata, tetapi soal teologi yang dibumikan, agar orang merasakan teologi bukan berpikir lagi soal teologi.

Cara keluarga Fransiskan itu juga melakukan tindakan yang serupa.

Ada banyak gerakan lain yang saya lihat menarik untuk diangkat. Semua anggota yang tergabung dalam JPIC Kalimantan Barat, diantaranya ada OFM Cap – Ordo Kapusin – Pontianak, MTB – Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda – Pontianak, SFIC – (Sororum Franciscalium ab Immaculata Conceptione a Beata Matre Dei) – (Suster-suster Fransiskus dari Perkandungan Tak Bernoda Bunda Suci Allah) Pontianak, SMFA – (Suster Misi Fransiskan Santo Antonius) Pontianak, SFD – (Suster Fransiskus Dina) Pontianak, KFS – (Kongregasi Fransiskanes Sambas) Pontianak, dan OFS – (Ordo Fransiskan Sekular) Pontianak melakukan aksi kemanusiaan dan kepedulian akan lingkungan dengan cara khas mereka.

Saya teringat, tentang cara Santo Fransiskus Assisi menciptakan sebuah syair doa yang legendaris tentang damai.

Salah satu disyair itu berbunyi demikian: “Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang”, penggalan syair dahsyat itu selain menjadi buah doa, hal itu juga merupakan sebuah ungkapan refleksi atas ketidakadilan yang selalu terjadi setiap abad.

Santo Fransiskus dikagumi orang-orang sezamannya bahkan hingga kini karena berbagai karunia luar biasa yang dimilikinya.

Dia dijuluki “Sahabat alam semesta” karena cintanya yang besar terhadap alam ciptaan Tuhan.

Semua ciptaan menggerakkan jiwanya untuk bersyukur kepada Tuhan.

Fransiskus dapat berbincang-bincang dengan semua ciptaan, seperti layaknya dengan manusia.

Segala binatang senang berada di dekatnya.

Semua disapanya sebagai ‘saudara’: saudara matahari, saudari bulan, saudara burung-burung, dan lain sebagainya.

Santo Fransiskus benar-benar menjadi sahabat alam dan binatang.

Dalam nama Yesus, dia mampu menaklukkan serigala buas yang sering memangsa ternak-ternak dan mengganggu penduduk Gubbio.

Serigala itu kemudian menjadi sahabat penduduk Gubbio dan menerima makanannya dari mereka.

Pertanyaannya untuk kita, sejauh apa kita bisa menaklukan serigala liar yang belum bertobat diluar?

Sejauh ini, serigala itu bukan menjadi jinak, tetapi berubah menjadi-jadi.

Mereka mencabik apapun yang menjadi santapan lezat bagi perut mereka.

Meskipun dihadapan itu, bagaimana cara otentik kita untuk menaklukkan serigala dalam bentuk lain di abad ini?

Saya tahu, semua saudara sudah melakukannya oleh karena itu, refleksi kecil ini kiranya langkah kita semakin erat untuk menebar damai sebagaimana Bapa Fransiskus Assisi ajarkan kepada kita.

Cara Bapa Fransiskus Assisi seolah mau mengajarkan saya dalam refelksi yang ada dibenak, tentang caranya menjinakkan serigala.

Jika berhadapan langsung secara pertarungan fisik, mungkin saja tubuh kita yang rapuh ini bisa koyak tercabik oleh serigala itu.

Cara Cerdas yang dilakukan Bapa Santo Fransiskus adalah ‘bertarung’ dengan kebaikan. Dia menaklukkan serigala dengan kebaikan hatinya.

Sekarang, masih banyak ruang ‘kudus’ yang keadilannya tak terhiraukan, tapi saya yakin gerakan JPIC paling tidak mampu memberikan warna lain ditengah hidup yang tak kunjung berubah, tapi yakin pasti berbuah.

Luar biasa..

Pace E Bene…

By. Samuel OFS

Share This Article
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *