JPIC KALIMANTAN BARAT | Sdra-Sdri yang dikasihi Yesus. Visi-misi menjadi suatu trend di zaman ini. Setiap tarekat-kongregasi mempunyai visi-misi; lembaga pendidikan, rumah sakit, lembaga sosial atau komisi suatu bidang, garakan-gerakan lembaga sosial masyarakat (LSM), lembaga gerakan kemanusiaanpun memiliki visi-misi.
Bahkan kehidupan pribadi sehari-hari juga perlu ada visi-misi. Visi-misi sangat penting dalam kehidupan ini.
Visi-misi menjadi suatu identitas diri, ciri khas atas eksistensi suatu lembaga.
Selain itu, visi-misi membantu agar arah perutusan dan pelayanan dapat menjawab kebutuhan, serta tepat sasaran.
Visi-misi tidak sekadar trend, tetapi menjadi kompas agar semua gerakan dan usaha dalam perutusan sesuai dengan tujuan.
Hari ini Lukas (4:38-44) mengisahkan tentang Yesus menghardik demam keras dan macam-macam penyakit.
Yesus meletakkan tanganNya atas mereka masing-masing dan merekapun sembuh. Ketika Yesus pergi ke suatu tempat yang sunyi, mereka mencari dan menahan Dia supaya tidak meninggalkan mereka.
Tetapi Yesus berkata, “Di kota lain juga Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus.”
Yesus bermisi dengan kesadaran akan proses iman. Iman timbul bukan hanya karena melihat mukjizat penyembuhan dari penyakit.
Mukjizat hanyalah sebuah tanda khusus, sarana-medium Allah menyatakan diriNya, sehingga bukan menjadi yang utama-didewakan sampai menimbulkan friksi. Mustahil iman kita didasarkan pada mukjizat.
Hidup harian kita merupakan tempat iman berproses. Artinya rangkaian kejadian biasa sehari-hari itu di mana Allah berkarya dengan cara yang samar dan tersembunyi.
Kesadaran ini yang masih rendah pada kita, sehingga namanya murid Yesus, tetapi kurang beriman.
Visi-misi Yesus jelas, Dia diutus untuk menyembuhkan yang sakit tanda Injil Kerajaan Allah hadir di tengah-tengah kita.

Bahkan di tempat lain juga Yesus harus memberitakan Injil. Hal ini menarik dan menjadi inspirasi bagi kita bahwa visi-misi yang telah dirumuskan secara bagus di atas kertas, tetapi tidak sebagus dalam realitas.
Orang yang kita layani tidak mengalami perubahan, stagnasi bahkan lebih kacau banyak masalah karena kurang beriman. Mujikzat tidak terjadi lagi karena kita tidak melibatkan Allah berkarya, tetapi hanya mengandalkan kemampuan sendiri.
Kita gagal membawa visi-misi Yesus untuk mereka. Bagaimana mungkin di kota lain juga kita harus memberitakan Injil Kerajaan Allah? Mari belajar pada visi-misi Yesus, menjadikannya visi-misi kita juga.
Kita diutus untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah bukan dengan kekuatan sendiri melainkan mengandalkan Tuhan yang berkarya dalam diri kita. Tuhan yang berkarya, kita hanyalah sarana-mediumnya, sehingga orang sakit disembuhkan, yang lapar dikenyangkan, yang haus dipuaskan. Semoga, ya semoga Tuhan memberkati Pace a bene (*** Br. Gerardus Weruin, MTB 4 September 2024).