JPIC KALIMANTAN BARAT | Sdra-Sdri yang dikasihi Yesus. Siapakah Yesus? Yesus adalah Mesias. Mesias dalam bahasa Yunani artinya Kristus (Dia yang diurapi). Gelar ini diberikan pada orang yang dipilih, dikhususkan, dan dilengkapi oleh Allah demi suatu misi-perutusan.
Selain itu, Yesus juga menyebut diri-Nya sebagai Anak Manusia merupakan gelar untuk figur ilahi, entah malaikat atau utusan Allah (bdk. Dan 7:13).
Baik Mesias maupun Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan, ditolak oleh para pemimpin agama dan masyarakat, dan akhirnya dibunuh. Itulah sekilas identitas Yesus, tidak banyak perkenalan tentang diri-Nya.
Hari Minggu Biasa XXIV ini, Markus (8:27-35) mengisahkan siapakah Yesus dan apa misi-Nya? Petrus mewakili para murid menjawab, “Engkau adalah Mesias.”
Lalu Yesus mengajarkan mereka bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit pada hari ketiga.
Tetapi Petrus menegur Yesus dan Yesus berkata, “Enyalah Iblis, engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”
Yesus memanggil para murid dan berkata, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan Injil, ia akan menyelamatkannya.”
Mindset dan harapan Petrus dan para murid tentang Mesias-Anak Manusia bukan yang menderita, sehingga ditolak-ditegur Petrus.
Bagi Petrus dan para murid, tidak masuk akal dan absurd jika Yesus yang Mesias-Anak Manusia itu harus mengalami banyak penderitaan dan menjadi pecundang.
Ketidakmengertian para murid itu membuat Yesus marah dan mengucapkan kata yang keras “Enyalah Iblis, engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”
Ternyata para murid masih salah paham, pengertian dan pikiran tentang Mesias. Yesus mengajak mereka untuk memikirkan apa yang dipikirkan oleh Allah bahwa Mesias itu harus banyak menderita dan kehilangan nyawa.

Bila kita mencermati Kitab Perjanjian Baru sebagian besar tulisan menyinggung tentang orang-orang miskin, berbagai penyakit, dan penderitaan pada puncaknya kematian Yesus di salib. Markus (8:27-35) secara khusus menceritakan Yesus meramalkan diri-Nya akan banyak menderita.
Yesus juga sedang menguji para murid apakah mereka paham dan menerima itu sebagai identitas Yesus? Ternyata pemahaman para murid akan Mesias sangat berbeda dan mereka menolak. Para murid yang hidup bersama Yesus saja berbeda pemahaman akan Mesias, apalagi kita?
Markus menyadarkan dan menginspirasi bagi kita akan siapakah Mesias-Anak Manusia itu. Cinta itu menyakitkan bila disandingkan demi Yesus dan Injil. Penderitaan bukanlah kenyataan yang harus ditolak.
Bagi mereka yang mendewakan kehidupan yang nyaman, gembira, makmur, penderitaan sangatlah mengusiknya. Penderitaan adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bahkan takdir dan kematian.
Tiada penderitaan tanpa kebahagiaan dan tiada kebahagiaan tanpa penderitaan. Justru di dalam dan melalui penderitaan kita menemukan makna terdalam arti kehidupan ini. Mari kita belajar menggali dan memaknai sebuah penderitaan, bahwa Mesias harus banyak menderita. Penderitaan kita zaman ini tidak sebanding dengan penderitaan Mesias.
Kata Paus Fransiskus, “Yesus tidak menjelaskan penderitaan, tetapi membungkuk kepada mereka yang menderita.
Dia tidak mendekati rasa sakit dengan dorongan umum dan penghiburan yang tidak berguna, namun menerima dramanya, membiarkan diri-Nya disentuh olehnya.” Mari kita praktikan iman dengan perbuatan-perbuatan nyata. Semoga ya semoga… Tuhan memberkati Pace e bene (*** Br. Gerardus Weruin, MTB 15 September 2024).