Menjadi Terang

JPIC Kalimantan Barat
4 Min Read
Pelita, dari tulisan Bruder Gerardus MTB

JPIC KALBAR– Sdra-Sdri yang dikasihi Yesus. Pada zaman ini untuk penerangan kita menggunakan listrik. Neon atau bola lampu, kita selalu meletakkan lebih tinggi agar semua ruangan menjadi terang. Sebelum ada listrik, kita menggunakan pelita.

Agar pelita tetap bernyata, kita perlu memperhatikan minyak dan sumbunya. Bila minyaknya habis dan sumbunya pendek, pelita mulai redup dan mati.

Pelita bernyala selalu diletakan di atas gantang supaya bercahaya. Jika listriknya padam, ruangan gelap, kita membutuhkan pelita.

Kita merasa takut dan tidak suka akan kegelapan. Kita akan merasa lebih aman bila ada terang yang bercahaya.

Hari ini Lukas (8:16-18) mengisahkan perumpamaan tentang pelita. Tidak ada orang yang menyalakan pelita lalu menutupinya atau menempatkan di bawah tempat tidur, tetapi ia meletakan di atas kaki dian supaya orang melihat cahayanya.

Sebab tidak ada sesuatu yang tersembuyi yang tidak akan dinyatakan dan tidak ada sesuatu yang rahasia tidak akan diketahui dan diumumkan.

Karena itu, perhatikanlah cara kamu mendengar. Karena siapa yang mempunyai akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai dari padanya akan diambil, juga apa yang ia anggap ada padanya.

Perumpamaan ini sungguh menarik dan memberi inspirasi bagi kita.

Pelita menjadi metafora Yesus Kristus dan kita murid-Nya. Kristus merupakan sumber terang dan kita menyalurkan cahaya-Nya.

Bulan dan bintang tidak mempunyai cahaya sendiri, tetapi mereka dapat menyalurkan cahaya matahari ke bumi.

Demikian pula, kita akan bercahaya bila kita tinggal di dalam dan bersama Yesus. Pelita kita akan tetap bercahaya, jika kita memperhatikan minyak dan sumbunya.

Minyak dan sumbu itu dalam hal berdoa, membaca, merenung dan melakukan sabda-firman-Nya dalam hidup sehari-hari.

Bahwa Sabda telah menjadi daging dan tinggal di antara kita, maka kita juga mendagingkan sabda itu agar tidak ada lagi hal yang tersembunyi dan rahasia, sehingga semakin banyak orang mengenal dan mengikut Yesus.

Sebagai terang, kita mesti berpenampilan beda dan khas dengan orang pada umumnya, yakni jangan menunda berbuat baik kepada sesama, berhentilah iri hati kepada sesama, jangan merencanakan kejahatan kepada sesama, jangan bertengkar, dan berbagilah kebaikan kepada mereka yang membutuhkan serta berusahalah hidup rendah hati (Amsal 3:27-35).

Bruder Gerardus Weruin MTB

Maka, perhatikanlah cara kita mendengar kata-kata tersebut. Cara inilah sebagai takaran diberi atau justru diambil, apapun yang ada pada kita. Jika tidak tahu cara mendengar, kita akan tetap hidup dalam kegelapan.

Sisi yang lain, realitas alam–ibu bumi rumah kita bersama ini telah menjerit sakit. Bahwa fosil (batubara dan minyak bumi) yang selama ini menjadi andalan energi listrik sebentar lagi akan habis.

Tambang-tambang batubara dan minyak bumi segera dihentikan sementara energi terbarukan masih sebatas ide, gagasan. Persoalan energi terbarukan (listrik) ke depan akan menjadi masalah tersendiri bagi kita.

Bagaimana solusi dan alternatif-alternatifnya menjadi pemikiran kita bersama. Mari kita belajar menjadi pelita-pelita yang bercahaya. Jika pelita terlalu besar, jadilah lilin-lilin kecil yang bercahaya dalam kegelapan.

Ingat sewaktu dibaptis dan setiap malam Paskah kita membarui janji baptis. Semoga lilin lambang kebangkitan Kristus itu menerangi kita dan kita menjadi cahaya bagi sesama.

Paus Fransiskus mengatakan cahaya itu harus disambut dalam iman dan terang untuk dibawa kepada orang lain dalam kasih, melalui kesaksian, dan dalam pewartaan Injil.

Semoga, ya semoga Tuhan memeberkati. Pace e bene (*** Br. Gerardus Weruin, MTB  23 September 2024).

Share This Article
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *