HPSN dalam Bingkai JPIC Fransiskan Kalimantan: “Peduli Sampah – Wujud Keadilan Ekologis dan Tanggung Jawab Bersama”

Redaksi
10 Min Read
Aksi nyata sweeping sampah di sekitaran sepakat 1

Kehidupan manusia dan lingkungan hidup adalah dua entitas yang tak terpisahkan, terjalin dalam simbiose mutualisme yang esensial. Alam semesta, dengan segala kelimpahannya, telah menyediakan kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia, air yang menyegarkan, udara yang kita hirup setiap detik, tanah yang subur menopang kehidupan, dan sinar matahari yang memberikan energi. Ketergantungan ini menegaskan sebuah imperatif moral dan praktis, kelestarian lingkungan adalah prasyarat mutlak bagi kelangsungan hidup manusia (kita) dan kualitas kehidupannya di masa kini dan yang akan datang. Lingkungan yang terjaga, bersih, dan sehat bukan sekadar idealisme, melainkan sebuah conditio sine qua non – syarat mutlak – untuk mewujudkan kehidupan manusia yang lebih baik dan bermartabat.

Dalam konteks kesadaran akan urgensi pelestarian lingkungan inilah, peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) yang jatuh pada tanggal 21 Februari merupakan sebuah momentm penting dan menjadi refleksi bagi kita khususnya para Fransiskan untuk terlibat aktif dalam memperhatikan lingkungan. Menanggapi hal ini, Justice, Peace, and Integrity of Creation (JPIC) Fransiskan Kalimantan menggelar seminar Hari Peduli Sampah Nasional dengan tema yang mendalam dan menggugah: “Peduli Sampah – Wujud Keadilan Ekologis dan Tanggung Jawab Bersama.” Kegiatan seminar diselenggarakan di Aula St. Bonaventura Sepakat ini di hadiri oleh 73 peserta yang berasal dari berbagai ordo dan tarekat Fransiskan yang berkarya di Kalimantan. Kehadiran para religius ini menunjukkan komitmen yang kuat dari komunitas Fransiskan untuk merespons isu lingkungan, khususnya permasalahan sampah, dari perspektif iman dan nilai-nilai Fransiskan.

Tema “Peduli Sampah – Wujud Keadilan Ekologis dan Tanggung Jawab Bersama” sangatlah tepat dan selaras dengan spiritualitas Fransiskan yang menekankan persaudaraan universal dan penghargaan terhadap seluruh ciptaan. Santo Fransiskus dari Assisi, dengan cintanya yang mendalam kepada alam dan seluruh makhluk hidup, menjadi inspirasi bagi para Fransiskan untuk melihat lingkungan bukan hanya sebagai sumber daya yang bisa dieksploitasi, tetapi sebagai saudara dan saudari yang patut dihormati dan dilindungi. Konsep keadilan ekologis sendiri menyoroti bagaimana kerusakan lingkungan seringkali berdampak paling besar pada kelompok masyarakat yang rentan dan terpinggirkan. Polusi sampah, misalnya, dapat mencemari sumber air dan tanah yang menjadi tumpuan hidup masyarakat miskin, serta meningkatkan risiko kesehatan bagi mereka yang tinggal di sekitar TPA atau wilayah dengan sanitasi yang buruk. Dengan demikian, kepedulian terhadap sampah bukan hanya soal estetika atau kebersihan semata, tetapi juga merupakan wujud nyata dari keadilan sosial dan keberpihakan kepada mereka yang paling merasakan dampak negatif dari kerusakan lingkungan.

Seminar yang diselenggarakan oleh JPIC Fransiskan Kalimantan ini menjadi ruang penting untuk mendalami keterkaitan antara iman Fransiskan dan tanggung jawab terhadap lingkungan. Untuk memperkaya pemahaman para peserta mengenai isu sampah dari perspektif kebijakan dan regulasi, seminar ini menghadirkan narasumber dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yaitu Bapak Oktavianus Karengpangkau, SE, Ak, ME. Dalam sesi pemaparannya, Bapak Oktavianus Karengpangkau memberikan gambaran yang jelas dan komprehensif mengenai latar belakang peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN). Beliau mengingatkan para peserta akan akar sejarah HPSN yang berawal dari tragedi longsornya timbunan sampah di TPA Leuwigajah, Cimahi. Peristiwa memilukan yang merenggut banyak nyawa tersebut menjadi pengingat yang kuat akan bahaya pengelolaan sampah yang tidak tepat dan mendesaknya kebutuhan akan perubahan paradigma dalam penanganan isu krusial ini. Selain menyoroti sejarah kelam tersebut, Bapak Oktavianus juga menjelaskan secara rinci berbagai regulasi terkait pengelolaan sampah yang berlaku di Indonesia. Pemaparan beliau mencakup Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur kebijakan serta program pengelolaan sampah di tingkat nasional dan daerah. Penjelasan mengenai kerangka hukum ini memberikan konteks yang penting bagi para peserta, khususnya dalam memahami tanggung jawab pemerintah serta landasan hukum bagi upaya-upaya pengelolaan sampah yang efektif dan berkelanjutan. Dengan memahami regulasi yang ada, komunitas Fransiskan diharapkan dapat lebih proaktif dalam mendukung dan berpartisipasi dalam program-program pengelolaan sampah yang dicanangkan oleh pemerintah.

 

Seminar ini tidak hanya menghadirkan perspektif kebijakan dari pemerintah, tetapi juga menekankan pentingnya perubahan perilaku di tingkat individu. Bruder Gerardus Weruin MTB dari team work JPIC Fransiskan Kalimantan turut hadir sebagai narasumber, memberikan fokus pada pengelolaan sampah berkelanjutan. Dalam pemaparannya yang inspiratif, Bruder Gerardus menekankan bahwa kunci utama dalam mengatasi permasalahan sampah terletak pada terbangunnya kesadaran setiap individu akan tanggung jawabnya terhadap lingkungan. Bruder Gerardus secara khusus menyoroti urgensi untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, mengingat dampaknya yang merusak ekosistem dan sulit terurai. Beliau memaparkan beberapa poin penting yang menjadi landasan untuk pengelolaan sampah berkelanjutan. Menurutnya ada beberapa point penting yang perlu diperhatikan bersama :

  • Kesadaran dan Perubahan Perilaku: Bruder Gerardus menekankan bahwa perubahan yang signifikan dalam pengelolaan sampah harus dimulai dari kesadaran individu akan dampak buruk sampah dan pentingnya tindakan nyata. Kesadaran ini akan mendorong perubahan perilaku sehari-hari, seperti membawa tas belanja sendiri, memilih produk dengan kemasan minimal, dan menghindari penggunaan plastik sekali pakai.
  • Sistem Orientasi dan Perubahan Gaya Hidup: Lebih jauh, Bruder Gerardus mengajak para peserta untuk melakukan refleksi yang lebih mendalam mengenai sistem orientasi nilai dan gaya hidup yang konsumtif. Beliau mendorong untuk mengadopsi gaya hidup yang lebih sederhana, bertanggung jawab, dan berorientasi pada keberlanjutan, di mana pengurangan sampah menjadi bagian integral dari keseharian.
  • Strategi Pengelolaan Sampah Berkelanjutan: Bruder Gerardus juga memberikan wawasan mengenai strategi pengelolaan sampah yang berkelanjutan, yang tidak hanya berfokus pada penanganan di akhir siklus (TPA), tetapi juga pada upaya pengurangan, penggunaan kembali, dan daur ulang di tingkat sumber. Beliau menekankan pentingnya pemilahan sampah yang benar sebagai langkah awal untuk memfasilitasi proses daur ulang dan pengomposan.

Tanggung Jawab Bersama: Aksi Nyata dari Komunitas Fransiskan

Tanggung Jawab Bersama juga menggarisbawahi bahwa persoalan sampah bukanlah tanggung jawab individu atau kelompok tertentu saja, melainkan memerlukan keterlibatan aktif dari seluruh elemen masyarakat. Dalam konteks komunitas Fransiskan, hal ini berarti mengajak seluruh anggota ordo dan tarekat untuk memiliki kesadaran dan mengambil bagian dalam upaya pengurangan, pengelolaan, dan pemilahan sampah. Aksi sweeping sampah di area Sepakat pasca-seminar merupakan langkah implementasi yang kuat dari kesadaran akan keadilan ekologis. Area Sepakat, sebagai bagian dari lingkungan hidup di Pontianak, juga rentan terhadap permasalahan sampah yang dapat mengganggu kebersihan, kesehatan, dan kenyamanan masyarakat.

Dengan turun langsung membersihkan area tersebut, komunitas Fransiskan tidak hanya menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan secara simbolis, tetapi juga memberikan kontribusi nyata dalam menciptakan lingkungan yang lebih baik. Tindakan ini secara langsung mengaplikasikan poin-poin penting yang disampaikan oleh para narasumber. Kesadaran akan dampak buruk sampah mendorong para peserta untuk tidak hanya memahami masalah, tetapi juga bertindak. Aksi sweeping ini juga menjadi wujud perubahan perilaku, di mana kepedulian terhadap lingkungan diimplementasikan dalam tindakan nyata membersihkan lingkungan sekitar. Lebih dari sekadar mengumpulkan sampah, aksi ini juga memiliki potensi untuk mengedukasi dan menginspirasi masyarakat di area Sepakat. Melihat para religius dengan semangat membersihkan lingkungan dapat menumbuhkan kesadaran dan rasa tanggung jawab yang sama di kalangan warga. Ini adalah contoh bagaimana komunitas keagamaan dapat menjadi agen perubahan positif dalam isu lingkungan.

Aksi sweeping sampah selama satu jam ini mungkin terlihat sederhana, namun memiliki makna yang mendalam. Ini adalah representasi dari komitmen komunitas Fransiskan untuk tidak hanya berbicara tentang kepedulian lingkungan, tetapi juga mewujudkannya dalam tindakan nyata. Ini adalah langkah awal yang penting dalam membangun budaya peduli sampah dan mendorong pengelolaan sampah yang berkelanjutan di tingkat komunitas. Semangat call to action ini menjadi penutup yang kuat bagi seminar HPSN yang diselenggarakan oleh JPIC Fransiskan Kalimantan. Ini membuktikan bahwa kesadaran dan pemahaman yang diperoleh melalui seminar dapat dengan cepat diterjemahkan menjadi aksi nyata yang memberikan dampak positif bagi lingkungan.

Semangat “Peduli Sampah – Wujud Keadilan Ekologis dan Tanggung Jawab Bersama” tidak hanya menjadi tema seminar, tetapi juga menjadi landasan bagi tindakan konkret komunitas Fransiskan dalam menjaga kelestarian bumi pertiwi. Melalui semangat “Peduli Sampah – Wujud Keadilan Ekologis dan Tanggung Jawab Bersama,” komunitas Fransiskan di Kalimantan menunjukkan teladan yang inspiratif tentang bagaimana nilai-nilai iman dapat diwujudkan dalam tindakan nyata untuk menjaga kelestarian lingkungan.  ( OFM.Cap & KFS )

Share This Article
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *