Saudara-Saudari yang dikasihi Yesus
Setiap kita mempunyai kerinduan untuk berjumpa. Kita berjumpa dengan sanak keluarga, teman-kawan lama, kenalan dan sebagainya. Bahkan kita ingin berjumpa dengan figur publik seperti Presiden Joko Widodo, atau Paus Fransiskus.
Tidak puas hanya melihat, maunya dari muka ke muka salaman dan selfie bersamanya. Kita merasa bangga, senang, dan mempunyai kenangan tersendiri. Akan tetapi, ada orang yang merasa cemas bila berjumpa dengan tokoh publik.
Barangkali orang yang bersangkutan merasa tidak nyaman, terancam, bahkan terusik oleh pengalaman masa lalu, sehingga kesenangan, kegembiraan yang dialami dalam perjumpaan itu rasanya semu.
Pada Kamis 26 September 2024, Injil Lukas (9:7-9) mengisahkan Raja Herodes merasa cemas berjumpa dengan Yesus. Herodes mendengar ada orang yang mengatakan bahwa Yohanes telah bangkit dari antara orang mati; Elia telah muncul kembali; dan seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit. Herodes berkata, “Yohanes telah kupenggal kepalanya. Siapa gerangan Dia ini yang kabarnya melakukan hal-hal demikian?” Lalu ia berusaha supaya dapat bertemu dengan Yesus.
Perjumpaan itu penting karena dapat mengubah diri seseorang; mendapat semangat dan inspirasi baru; dapat berbagi pengalaman, bertukar pikiran, sehingga diteguhkan dan dikuatkan. Dalam Injil itu, Lukas tidak menceritakan apakah Herodes berhasil bertemu Yesus atau tidak, hanya dikatakan bahwa ia berusaha supaya dapat bertemu Yesus.
Ia hanya mendengar kata orang. Herodes tidak berusaha sungguh-sungguh mencari dan berjumpa dengan Yesus secara langsung. Ia merasa cemas dan takut akan masa lalu, sehingga kehadiran dan ketenaran Yesus menjadi ancaman dan mengusik ketenangan hidupnya.
Perjumpaan yang dirindukan justru mencemaskan dan ia lebih percaya dari mendengar kata orang. Herodes merasa cemas berjumpa dengan Yesus karena ada niat jahat dalam dirinya, sehingga tidak berani berjumpa dengan Yesus.
“Herodes-Herodes” zaman sekarang pun demikian, anti dengan perjumpaan dan lebih senang-percaya kata orang. Kita hanya mendengar kata orang yang belum tentu benar, tetapi itu yang kita percaya. Hal ini sangat berbahaya dalam relasi dengan Tuhan dan sesama.
Relasi-relasi yang dibangun demi kepentingan diri-ego, setelah keinginan terwujud kecenderungan lupa-ditinggalkan. Relasi dengan Tuhan dan sesama diletakkan dalam kerangka “kebutuhan-kepentingan” setelah terpenuhi ditinggalkan, lalu datang merengek lagi.
Relasi yang dibangun bukan dari hati ke hati melainkan tidak lebih dari transaksional. Itulah dunia pencitraan, yang hidup dari mendengar kata orang bukan mengalami perjumpaan sendiri. Mari kita bercermin dari pengalaman Herodes. Kerinduan untuk berjumpa dengan Tuhan dan sesama bukan demi memuaskan ego.
Perjumpaan yang demikian membuat kita sulit mengalami kehadiran Tuhan, sehingga perlu dimurnikan lagi. Jika kita dengan niat yang murni, hati yang jujur, dan berusaha sungguh-sungguh, perjumpaan dengan Tuhan dan sesama akan mengobati kerinduan jiwa dan kelegaan hati; ada transforamsi diri dari negatif menjadi positif, meneguhkan dan menguatkan kita dari segala keterpurukan.
Itulah sebuah kerinduan untuk berjumpa bukan yang mencemaskan. Buah matang yang busuk di pohon jangan dipetik, biarkan ia jatuh sendiri. Demikian juga orang yang cemas berjumpa jangan diusir, biarkan ia mundur sendiri secara teratur. Semoga, ya semoga Tuhan memberkati. Pace e bene
Kamis 26 September 2024 – Br. Gerardus Weruin, MTB
Renungan ini dikutip dari blog pribadi Bruder Gerardus pada laman brudergerardusweruin.blogspot.com